Visitor


Contact Me


Email : be_baby_face@yahoo.com

Followers

Samsung Galaxy Tab

Samsung Galaxy Tab.

Motorola

Motorola.

Galaxy Note

Galaxy Note.

Blackberry Dakota

Blackberry Dakota.

Apple iPhone

Apple iPhone.

Wednesday, November 20, 2013

Waktu Solat

Melihat semula gambar-gambar langit, matahari dan bulan yang diambil dengan lensa sendiri menggunakan kamera handset mahupun DSLR, sambil melihat juga langit melalui GoogleSky, salah satu perisian android di handset, tiba-tiba membuatkan terlintas mengenai waktu solat. Setiap waktu solat 5 waktu sehari semalam yang wajib kita tunaikan mempunyai perkaitan dengan kedudukan matahari.

Teringat waktu sekolah rendah dulu, ada juga ustazah terangkan bagaimana menentukan waktu solat dengan melihat matahari, langit dan juga bayang-bayang. Tapi faham-faham je lah, waktu tu masih kanak-kanak yang hanya tau main walaupun dalam kelas. Jadi apa yang ustazah terangkan tu sikit-sikit yang diingat.

Untuk mengelakkan mood tadi tergantung, maka terus je google. Kemudahan hari ini banyak membantu dalam mendapatkan maklumat. Tetapi walaupun mudah, kita jangan lupa juga untuk berguru. Kerana ulama pernah berpesan seandainya dalam agama kita berguru dengan buku, maka syaitan yang akan menjadi guru kita. Oleh itu walaupun maklumat agama ini mudah kita mendapatkannya di google, kita tidak boleh lupa untuk berguru dengan orang yang mursyid. Ini kerana dikhuatiri kita salah tafsir atau salah faham akan perkara yang kita baca itu. Tambahan pula dengan ilmu yang begitu cetek seperti saya, maka lebih mudah salah faham mungkin berlaku.

Saya berterima kasih kepada kedua ibubapa saya kerana tidak lupa menghantar saya serta adik beradik ke sekolah agama disamping sekolah akademik dan sains. Memang agak kurang menyeronokkan kerana sehari suntuk di sekolah pagi petang, tak lupa juga malam. Biasalah waktu kanak-kanak, nak main je kerjanya. Maka atas sebab itu juga dalam kelas pun digunakan kesempatan untuk bermain. Akibatnya takde la pandai sangat. Hahaha.....

Akan tetapi, Maha Suci Allah kerana menjadikan manusia ini makhluk yang hebat. Sungguh pun kita bermain dalam kelas, tetapi percakapan guru di hadapan masih tetap kita mampu tangkap. Patutlah orang tua-tua pesan, walaupun bayi itu kita lihat dia tidur sepanjang masa, tetapi sebenarnya dia belajar dari sekelilingnya. Alhamdulillah, setiap apa yang dibaca dari hasil carian di google sedikit sebanyak mengingatkan kembali sesi pembelajaran semasa sekolah rendah dulu.

Antara bahan yang menarik perhatian saya adalah dari http://fadhlihsan.wordpress.com/2011/06/14/cara-mudah-mengetahui-waktu-shalat-dilengkapi-gambar/

Di sini saya copy paste semula, mudah-mudahan menjadi nota buat diri saya sendiri.

Masuk waktu shalat, inilah salah satu syarat sahnya shalat fardhu. Maka shalat yang dikerjakan di luar waktu akan menjadi batal. Lalu bagaimana kita mengetahui waktu-waktu shalat sesuai petunjuk syariat? Berikut keterangannya.
1. Cara Mengetahui Waktu Dhuhur
Para ulama telah sepakat bahwa waktu dhuhur berawal ketika matahari sudah tergelincir (waktu zawal), sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Dan waktu dhuhur dimulai ketika matahari telah tergelincir.” (HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)
Dan waktu dhuhur berakhir ketika masuk waktu ashar (ketika bayangan benda sepanjang aslinya). Hal ini sebagaimana hadits:
Artinya: “Dan waktu dhuhur adalah sebelum tiba waktu ashar.” (HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)
Untuk mengetahui waktu Dhuhur secara tepat maka bisa ditempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Tancapkan tiang sepanjang 1 m (lebih panjang lebih baik) secara tegak lurus dengan bumi.
2. Buatlah lingkaran-lingkaran dengan tiang sebagai titik pusatnya, usahakan selisih diameter antara lingkaran tidak terlalu lebar (sehingga perhitungan lebih teliti).


• Lebih kurang pukul 11.30, muadzin harus mulai mengamati panjang bayangan pada lingkaran-lingkaran yang berpusat pada tiang. Akan didapati, bayangan akan semakin memendek dan sekaligus mengalami pergeseran sudut ke arah timur.
• Suatu saat bayangan tersebut akan mencapai titik jenuh selama beberapa saat (tidak memendek dan memanjang) dan hanya mengalami pergeseran sudut saja ke arah timur. Temponya lebih kurang 10 hingga 15 menit. Waktu ini disebut waktu karahah (waktu yang dilarang shalat padanya). Panjang bayangan di saat waktu karahah disebut fai’ zawal.
• Setelah melampaui waktu karahah, bayangan akan mulai memanjang. Dan inilah awal waktu dhuhur.
• Sedangkan akhir dari waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama panjang dengan tiang ditambah dengan fai’ zawal.
Sebagai catatan: arah bayangan dan panjang fai’ zawal berubah-ubah sesuai dengan posisi matahari saat penentuan waktu. Jika matahari condong ke arah selatan maka bayangan berpindah di sebelah utara. Jika posisi matahari tepat di arah timur maka panjang fai’ zawal 0 (nol). Wallahu a’lam.
2. Akhir Waktu Dhuhur
Adapun akhir waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama dengan bendanya (masuknya waktu ashar). Sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Kemudian Jibril shalat dhuhur ketika bayangannya sama dengan benda.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)
Demikianlah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam.
“Suatu hal yang berlebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat setelahnya.” (HR. Muslim dari Abu Qatadah)
3. Cara Mengetahui Waktu Ashar
Awal waktu ashar adalah akhir dari waktu dhuhur. Sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Jibril shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya pada hari pertama ketika bayangannya sama dengan bendanya.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)
4. Akhir Waktu Ashar
Akhir waktu ashar ada dua macam:
1. Waktu ikhtiyari, yakni ketika bayangan benda dua kali panjang aslinya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Dan pada hari kedua Jibril shalat bersama mereka ketika bayangan dua kali lipat panjang bendanya. Kemudian dia mengatakan waktu ashar adalah diantara dua ini.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)
2. Waktu idlthirary (waktu terpaksa), yakni sampai tenggelamnya matahari. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat sebelum matahari tenggelam berarti ia mendapatkan shalat ashar.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Akan tetapi tidak sepantasnya seorang muslim menunaikan shalat ashar di akhir waktu (semisal jam 5 sore) kecuali jika terpaksa. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ibnu Qudamah.
Shalat ashar di saat matahari telah berwarna kuning atau menjelang terbenamnya matahari merupakan ciri-ciri shalat orang yang munafik sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Itu adalah shalat orang munafik 3x. Mereka duduk-duduk (menunggu matahari hendak terbenam) sehingga tatkala matahari berada di antara dua tanduk syaithan, dia lakukan shalat empat rakaat dengan cepat kilat ibarat ayam yang sedang mematuk, dia tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit saja.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik)
5. Cara Mengetahui Waktu Maghrib
Para ulama bersepakat bahwa waktu maghrib adalah ketika matahari terbenam, berlainan dengan orang-orang syi’ah yang menetapkan bahwa waktu maghrib berawal ketika bintang bersinar. Adapun caranya sebagai berikut:
1. Bila muadzin berada di pesisir menghadap ke barat maka pengamatan lebih mudah. Bundaran matahari akan terlihat dengan jelas ketika terbenam. Di saat itulah, waktu maghrib tiba.
2. Jika di arah barat terbentang gunung tinggi atau tembok yang menjulang, maka pengamatan bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:


Lihatlah ke arah timur. Pada bagian no. 1 langit terlihat lebih terang. Dan harus diingat di mana letak (ketinggian) matahari di kala terbit. Jika bagian yang berada di bawah (bagian no. 2) telah terlihat hitam (gelap) secara merata, maka sudah masuk waktu maghrib.
Jika rona gelapnya belum mendatar dan antara bagian no. 1 dan no. 2 belum ada perbedaan yang jelas antara dua bagian tadi maka belum masuk waktu maghrib.
Untuk meyakinkannya seorang muadzin bisa menghadap ke arah barat di atas bukit atau tembok tinggi. Jika sudah tidak ada lagi sinar dari arah barat berarti sudah masuk waktu maghrib, dan biasanya ditandai dengan warna kemerah-merahan di langit. Namun jika sinar masih ada, maka diperkirakan matahari belum terbenam, meskipun langit berwarna merah atau gelap sekalipun.
Adapun dalil tentang awal waktu maghrib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Dan waktu maghrib ketika terbenam matahari.” (HR. Bukhari no. 527 dan Muslim no. 1023 dari Jabir bin ‘Abdillah)
6. Akhir Waktu Maghrib
Adapun akhir waktu maghrib ketika terbenamnya warna kemerah-merahan di langit, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Dan waktu maghrib adalah selama syafaq (warna kemerah-merahan) belum hilang.” (HR. Muslim no. 967 dari ‘Abdullah bin Amr bin Ash)
7. Awal Waktu Isya’
Adapun awal waktu isya’ adalah setelah hilangnya warna kemerah-merahan di langit sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam melakukan shalat isya’ ketika terbenamnya warna kemerah-merahan.” (HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asy’ari)
8. Akhir Waktu Isya’
Adapun akhir waktu isya’ dibagi dua.
1. Waktu ikhtiyary (pilihan) ketika pertengahan malam. Sebagai misal, jika matahari terbenam pada pukul 6 sore dan terbit pada jam 6 pagi maka batas akhir waktu isya’ adalah pukul 12 malam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Dan waktu isya’ sampai pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 967 dari Abdullah bin Amr bin Ash)
2. Waktu idlthirary (terpaksa) sampai masuknya waktu subuh, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Suatu hal yang berlebih-lebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat yang lain.” (HR. Muslim no. 1099 dari Abu Qatadah)
9. Cara Mengetahui Waktu Subuh
Adapun waktu subuh ketika terbitnya fajar shadiq, dan ini adalah kesepakatan para ulama, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menunaikan shalat subuh ketika fajar merekah.” (HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asy’ary)
Fajar ada dua macam yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib (dusta).
Adapun fajar kadzib adalah seperti gambar berikut ini:



No. 1 (tempat terbit matahari) cahaya putih ke atas dan akan turun terus sampai akhirnya menyebar ke utara dan selatan sampai mendatar. Di saat tersebut (ketika fajar kadzib) no. 2 dan no. 3 masih dalam keadaan gelap.
Adapun fajar shadiq seperti gambar ini,



- No. 1 cahayanya putih mendatar. Ini menunjukkan fajar shadiq. Patokannya tergantung letak matahari ketika terbitnya.
- No. 2 kelihatan gelap/hitam. Warna gelap ini akan berangsur-angsur hilang dan berubah jadi warna putih.
10. Akhir Waktu Subuh
Akhir waktu subuh dibagi dua:
1. Ikhtiyary (pilihan) terus berlangsungnya waktu tersebut.
2. Idlthirary (terpaksa) sampai terbitnya matahari sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Barangsiapa menjumpai rakaat sebelum terbitnya matahari sungguh telah menjumpai shalat subuh.” (HR. Bukhari no. 545 dan Muslim no. 656 dari Abu Hurairah)
11. Kapan Waktu Shalat yang Paling Utama
Di antara amalan yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya, yaitu di awal waktu, selain waktu tertentu yang dikecualikan. Pertama, yaitu shalat dhuhur ketika udara sangat panas menyengat maka yang afdhal adalah menunggu sampai suhu udara turun (berangsur dingin). Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:
Artinya: “Bila udara sangat panas terik maka tunaikanlah shalat tatkala udara mulai dingin.” (HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah)
Kedua, yaitu shalat isya’. Yang paling afdhal adalah mengakhirkannya hingga pertengahan malam. Berdasarkan hadits:
Artinya: “Nabi mengakhirkan shalat isya’ sampai pertengahan malam, kemudian keluar melakukan shalat kemudian berkata: seandainya kalau bukan karena kelemahan pada orang lemah, rasa sakit yamg diderita orang sakit atau keperluan orang-orang yang punya hajat maka aku akan akhirkan shalat isya’ hingga pertengahan malam.” (HR. Abu Daud no. 358 dan Ahmad no. 10592 dari Abu Sa’id Al Khudri)
Wallahu a’lam.
Referensi: Adzan Keutamaan, Ketentuan dan 100 Kesalahannya karya Al Ustadz Abu Hazim Muhsin bin Muhammad Bashori, penerbit: Pustaka Daarul Atsar, cet. Pertama Dzulhijjah 1426/ Januari 2006, hal. 123-136.


Wednesday, February 13, 2013

Muallaf - Kembali Pada Islam

Baru-baru ni, kebetulan dengan raya cina, ada orang share satu video dari YouTube, berkenaan seorang muslim, Razali yang bertemu dengan kawan lamanya yang berbangsa cina yang telah pun menjadi muslim, Yeo Wee Kiat. Walaupun lakonannya agak kekok dan tak berapa nak real, tapi content dan juga dialog dalam video ni menarik perhatian saya.




antara dialog best dalam video ni

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
R       : So, you nama apa sekarang?
YWK : Masih sama maaa... Yeo Wee Kiat.
R       : Aik? You tak tukar nama ke...
YWK : Tidak. Nape saya perlu tukar nama? Maksud nama saya suda baik maaa...
            Lagipun, saya kene jaga nama keluarga saya. My family name...
R       : Eh, boleh ke macam tu... Mana boleh...
YWK : Boleeeeeh... Sebenarnya agama Islam tidak memaksa orang yang masuk
           Islam tukar nama.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
R       : Lepas you masuk Islam.......
YWK : Bukaaaaan..... Kembali kepada Islam... Revert.....
R       : Aaaa..... Lepas you kembali kepada Islam, family ok ke...

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
R       : You tak rasa macam masuk melayu ke.....
YWK : Tak. Sebenarnya ramai yang tersalah anggap masuk Islam
            kene masuk melayu. Islam tu agama, melayu tu agama.
            Islam tu untuk semua.
R       : Yeke.....
YWK : Betuuul.....
R       : Abis tu kalau raya cina macam mana? Macam mana you mengelak?
YWK : Mengelak? Kenapa mau mengelak?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~



Berkenaan dengan nama, ramai di kalangan kita menyangka sekiranya orang bukan Islam yang kembali kepada Islam perlu menukar nama kepada nama Islam atau lebih jelas lagi nama Arab.

Jika kita imbau kembali sejarah Islam, beberapa orang sahabat mengucap dua kalimah syahadah selepas kenabian Rasulullah s.a.w. Dan beberapa orang sahabat yang sempat menjadi penentang Rasulullah s.a.w. pada peringkat awal tetapi kemudiannya menjadi sahabat, seperti Umar al-Khatab. Mereka masih menggunakan nama asalnya tanpa mengubah kepada nama yang baru selepas mereka mengucap dua kalimah syahadah.

Walaubagaimanapun sekiranya nama asalnya membawa maksud yang tidak baik atau yang berkaitan nama dewa atau sembahan mereka sebelumnya, maka disunatkan untuk menukar namanya. Sekiranya tidak, mereka boleh mengekalkan namanya yang asal dan juga masih menggunakan BIN atau BINTI yang sama.

Bagi masyarakat Melayu, kebiasaannya nama baru mereka akan diBINkan atau diBINTIkan dengan Abdullah. Bukanlah bermaksud mereka itu akan menjadi anak Abdullah. Tetapi Abdullah itu membawa maksud hamba Allah. Walaubagaimanapun mereka berhak memilik untuk terus menggunakan nama asal mereka ataupun nama baru.

Menurut Sayyid Qutb, muallaf ialah golongan manusia yang kembali kepada Islam serta kekal dan beramal kepada Islam. Dikatakan kembali kepada Islam kerana fitrah kelahiran seseorang manusia itu semasa bayi adalah ibarat sehelai kain putih bersih. Ibubapa yang mencorak dan mewarnakan agama bayi itu. Seorang bayi yang dibesarkan dengan agama bukan Islam, dan akhirnya mengambil keputusan memeluk Islam setelah beliau baligh dan berakal, dianggap kembali kepada fitrah kejadiannya semasa bayi.

Golongan muallaf adalah golongan istimewa yang disebut beberapa kali di dalam al-Quran. Antaranya firman Allah s.w.t yang bermaksud :

“Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan orang-orang miskin dan amil-amil yang menguruskannya dan orang-orang muallaf yang dijinakkan hatinya dan untuk hamba-hamba yang memerdekakan dirinya, dan orang-orang yang berhutang, dan untuk dibelanjakan pada jalan Allah, dan orang-orang musafir (yang keputusan) dalam perjalanan. (Ketetapan hukum yang demikian itu ialah) sebagai satu ketetapan (yang datangnya) dari Allah.”
(Surah At-Taubah : 60)


Secara dasarnya, peruntukan tentang muallaf dan tatacara masuk Islam disebut secara khusus dalam Bahagian IX Akta Pentadbiran Undang-Undang Islam (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1993 (Akta 505), iaitu berkenaan kehendak-kehendak masuk Islam, tugas-tugas dan kewajipan-kewajipan seorang muallaf, pendaftaran Muallaf, Perakuan Masuk Islam, pengiktirafan muallaf sebagai orang Islam, kaedah menentukan sama ada orang yang tak didaftarkan ialah seorang muallaf, dan sebagainya.

Seksyen 95 Akta 505 tersebut memperuntukkan bahawa seseorang yang tidak beragama Islam boleh masuk Islam jika dia sempurna akal dan mencapai umur lapan belas tahun. Jika dia belum mencapai umur lapan belas tahun, ibu atau bapa atau penjaganya telah mengizinkan kemasukannya.

Seksyen 85 (1) Akta 505 tersebut mensyaratkan seseorang yang masuk Islam mestilah mematuhi kehendak-kehendak berikut, iaitu :- (a) orang itu mestilah mengucapkan dua kalimah Syahadah dalam bahasa Arab secara semunasabahnya jelas; (b) pada masa mengucap dua kalimah itu, orang itu mestilah sedar bahawa ia bermakna "Aku naik saksi bahawa tiada tuhan melainkan Allah dan aku naik saksi bahawa Nabi Muhammad S.A.W ialah Pesuruh Allah"; dan (c) pengucapan itu mestilah dibuat dengan kerelaan hati orang itu sendiri.

Seseorang yang tidak dapat bercakap boleh mengucapkan dua kalimah Syahadah dengan cara isyarat yang menunjukkan makna yang dinyatakan dalam perenggan (b) di atas.

Seseorang itu akan dianggap menjadi seorang Islam sebaik sahaja dia habis mengucapkan dua kalimah Syahadah, dan orang itu hendaklah selepas itu disebut sebagai seorang muallaf, dan tertakluk dengan tugas-tugas dan kewajipan-kewajipan yang sama seperti orang Islam yang lain. Seksyen 88 Akta 505 memberikan kuasa kepada Pendaftar Muallaf untuk menyelenggarakan suatu Daftar Muallaf dalam bentuk yang ditetapkan. Pendaftar Muallaf boleh mendaftarkan kemasukan Islam seseorang muallaf dengan mencatatkan nama dan butir-butir lain dalam Daftar Muallaf, termasuk tarikh masuk Islam.

Pendaftar Muallaf kemudiannya akan mengeluarkan Perakuan Masuk Islam kepada muallaf berkenaan, sebagai bukti dan rekod untuk simpanan muallaf berkenaan, serta untuk rekod simpanan pihak Jabatan Agama Islam.

Sebaik sahaja didaftarkan, maka muallaf itu adalah disifatkan sebagai seorang Islam, bagi maksud mana-mana undang-undang Persekutuan atau Negeri. Dan bagi menepati maksud dalam Perlembagaan, sebaik sahaja memeluk Islam dan didaftarkan, muallaf tersebut boleh dikategorikan sebagai berbangsa Melayu menurut tafsiran Perkara 160 Perlembagaan Persekutuan. Dia juga berhak menerima keistimewaan sebagaimana yang dinyatakan dalam Perlembagaan. Ini kerana Perkara 160 memperuntukkan bahawa "Orang Melayu" ertinya seseorang yang menganuti agama Islam, lazim bercakap bahasa Melayu, menurut adat Melayu. Seorang muallaf juga akan tertakluk di bawah Enakmen atau undang-undang Syariah yang di bawah bidangkuasa Mahkamah Syariah.

Seorang muallaf berhak untuk mendapat pendidikan, keselamatan, dan perlindungan, berhak mendapat bantuan kewangan atau zakat, berhak untuk menuntut penjagaan anak jika berlaku masalah dalam perkahwinan atau jika berlaku perceraian, mempunyai hak untuk meninggalkan dan diberikan harta pusaka, dan lain-lain sepertimana hak seorang yang Islam sejak lahir.

Memang tidak dinafikan, tiada sebarang peruntukan undang-undang yang mewajibkan mualaf untuk menukar nama kepada nama Islam dan menukar kad pengenalan dengan maklumat baharu setelah memeluk Islam. Namun, mereka perlu dinasihatkan untuk berbuat demikian di Jabatan Pendaftaran Negara, supaya tidak timbul masalah kemudian hari, terutama apabila berlaku perkahwinan atau kematian.

Sekiranya pindaan maklumat Islam tidak dipinda dalam kad pengenalan, akan menjadi kesukaran untuk menentukan status agama muallaf sekiranya mereka memohon sebarang bantuan kewangan, zakat atau bantuan-bantuan lain. Tambahan pula dalam sesetengah kes, seseorang mullaf pada asalnya mungkin masuk Islam di Wilayah Persekutuan, tetapi kemudiannya berhijrah ke negeri lain. Maka rekod asal kemasukan Islamnya berada dengan Pendaftar Muallaf di Wilayah Persekutuan. Kemungkinan besar rekodnya tidak berada di negeri tempat bermastatutinnya yang baru itu. Penulis percaya perlu diwujudkan satu sistem pendaftaran muallaf di peringkat pusat (center) yang mengawalselia dan menyimpan rekod pendaftaran serta maklumat semua muallaf di seluruh Negara.

Masalah juga akan timbul untuk menentukan hak keistimewaan orang tersebut sebagai seorang Melayu sebagaimana yang dinyatakan dalam Perlembagaan Persekutuan, sekiranya maklumat dalam kad pengenalan masih beragama bukan Islam.

Masalah selanjutnya akan timbul untuk menentukan bidangkuasa Mahkamah ke atas orang tersebut. Jika muallaf itu ditangkap atas kesalahan di bawah Akta Kesalahan Jenayah Syariah, maka dia boleh mendakwa sebagai bukan Islam supaya tidak dikenakan dakwaan, kerana butiran dalam kad pengenalannya tidak menyatakan status beragama Islam.

Walaupun Seksyen 92 Akta 505 tersebut menyatakan jika timbul pertikaian tentang status seorang muallaf, dan orang itu tidak didaftarkan dalam Daftar Muallaf atau di bawah mana-mana undang-undang Negeri lain sebagai seorang muallaf, akan tetapi persoalan itu hendaklah diputuskan berdasarkan kepada tatacara kemasukan Islam di peringkat awal. Masalah akan timbul jika rekod-rekod tentang kemasukan itu tidak dikemaskini, hilang atau saksi semasa upacara masuk Islam tersebut juga tidak dapat dikesan.

Justeru, walaupun tidak diwajibkan untuk meminda maklumat baru dalam kad pengenalan, kerajaan perlu menggalakkan muallaf untuk berbuat demikian sebaik sahaja Perakuan Masuk Islam dikeluarkan. Walaupun bukan menjadi kewajipan untuk menukarkan nama, asalkan nama tersebut mempunyai maksud yang baik, namun sekurang-kurangnya maklumat tentang agama baharu perlu dimasukkan dalam kad pengenalan muallaf berkenaan. Suatu tindakan kecil pada masa sekarang, yang boleh mengelakkan mudarat yang lebih besar pada masa akan datang. Wallahu’alam.



Ada juga kadang kala kita mendengarkan dialog muslim kepada muallaf yang menanyakan "bila kau masuk Islam?"

Sekiranya ayat ini diterjemahkan dalam Bahasa Inggeris, ia berbunyi "when did you convert to Islam?"

Sebenarnya agak kurang sesuai perkataan convert atau yang membawa maksud yang sama itu digunakan. Ini kerana kita perlu ingat semula fitrah asal kejadian kita, asal kejadian semua manusia tidak kira apa agama mereka dilahirkan dan dibesarkan. Asalnya semua adalah sama, iaitu mengEsakan Allah s.w.t.

Masih ingatkah lagi ustaz atau ustazah ada bercerita bagaimana kejadian dan kelahiran manusia. Sebaik sahaja benih kedua ibubapa kita tersenyawa, selepas 3 bulan di dalam kandungan baru ditiupkan roh ke dalam janin tersebut. Sebelum itu rohnya masih di alam Malakut. Di sana, sebelum ditiupkan ke dalam janin, kesemua roh ini telah pun bersaksi bahawa Tiada Tuhan yang Layak Disembah Melainkan Allah dan Muhammad itu Pesuruh Allah. Berikrar akan terus mengEsakan Allah. Selepas ikrar tersebut barulah ditiupkan ke dalam janin. Maka agama apakah roh-roh ini? Tentunya Islam kerana telah bersyahadah dan berserah diri kepada Allah. Secara fitrahnya kesemua makhluk asalnya mengEsakan Allah, kesemuanya muslim.

Akan tetapi selepas ditiupkan roh, kemudian lahir ke dunia, masing-masing hidup dengan suasana dan persekitaran yang berbeza. Bagi yang lahir dalam keluarga yang mengamalkan cara hidup Islam, insyaaAllah mereka akan terus hidup sebagai muslim. Namun bagi yang lahir dalam keluarga bukan Islam, mereka cenderung untuk lupa ikrar mereka semasa di alam Malakut. Lupa untuk mengEsakan Allah. Terus terikut dengan cara hidup bukan Islam. Sebenarnya mereka yang convert ke agama lain sedangkan asal kejadian mereka adalah muslim.

Maka kerana itu apabila mereka diberi hidayah, mereka kembali kepada Islam semula. Bukanlah mereka itu masuk Islam atau dalam istilah Inggeris disebut convert to Islam. Sebenarnya mereka itu kembali semula kepada Islam atau dalam istilah Inggeris disebut revert. Mereka kembali menjadi muslim.

Bagi kita yang muslim mungkin kita anggap penggunaan bahasa atau ayat atau istilah convert dan  revert ini adalah sesuatu yang remeh. "Sama je maksudnya... Pokoknya diorang kan orang kafir pastu masuk Islam". Akan tetapi ia amat bermakna buat mereka. Bayangkan orang yang sesat tidak tahu ke mana arah hendak dituju, tiba-tiba mendapat petunjuk dan hidayah. Arah tuju menjadi jelas. Betapa nikmatnya mereka rasakan. Sebelumnya jalan dan penunjuk jalan yang mereka gunakan memberikan arah yang salah yang membuatkan mereka semakin sesat. Petunjuk atau hidayah yang benar itu bagaikan satu nafas atau nyawa baru bagi mereka dalam meneruskan perjalanan ke arah destinasi yang sebenar.

Kita terlupa hakikat ini. Ini kerana kita yang muslim kononnya lahir-lahir sudah berada pada jalan yang benar. Berada pada lorong dan laluan yang betul, lengkap dengan penunjuk arah jalan. Bukan jalan yang tidak tentu arah tujunya. Bagi yang lahir ke dunia dalam suasana Islam tidak merasakan hidayah yang Allah berikan sebagaimana mereka yang lahir dalam suasana bukan Islam kemudian kembali semula menjadi muslim. Ianya membuatkan saya begitu bersyukur kerana dilahirkan dalam keluarga Islam dan suasana Islam. Belum tentu ada jaminan yang saya akan mendapat hidayah sekiranya saya dilahirkan bukan dalam keluarga atau suasana Islam.

Hamba begitu bersyukur padaMu Ya Allah.....


Kita juga sering keliru dengan beberapa perkara yang mana kita berpendapat bahawa muallaf ini tidak boleh lagi mengamalkan cara hidup lama sebagai contoh perayaan atau adat. Mana-mana perayaan atau adat mereka sebelum ini yang tidak bercanggah dengan Islam, masih boleh diteruskan. Kita perlu kenal pasti mana perayaan yang berlandaskan agama dan mana perayaan yang berlandaskan budaya. Sekiranya ia berlandaskan agama, maka muallaf perlu meninggalkan amalan tersebut kerana ia melibatkan dengan aqidah.

Orang Melayu tak perlu sombong sangat. Berdasarkan sejarah, agama asal kaum Melayu adalah Hindu. Sebab itu ada jika kita lihat ada beberapa perkara dalam adat kita yang kelihatan agak mirip dengan agama Hindu. Sebagai contoh orang Melayu agak sinonim dengan pelita.

Tak perlu sombong. Janganlah mengganggap kalau Melayu mesti Islam, kalau Islam tu Melayu. Melayu itu bangsa, Islam itu agama. Islam adalah untuk semua. Kerana asal kejadian manusia, asal roh kita semua sama. Semuanya telah berikrar dengan Allah untuk mengEsakanNya. Godaan dan cubaa serta kemungkaran di muka bumi ini yang menyebabkan kita terlupa dengan ikrar kita pada Allah samada dalam keadaan kita sedar atau pun tidak sedar, sengaja atau tidak sengaja.

Saya sangat kagum dengan muallaf. Ia bukan satu perkara yang mudah buat mereka. Sudah tentu akan berlaku pergeseran antara mereka dan keluarga mereka terutama kedua ibu bapa mereka. Seawal itu keimanan mereka diuji.

Allah s.w.t. telah mengingatkan kita untuk terus menghormati dan melayan kedua ibu bapa kita sebaiknya biarpun sekiranya mereka menyuruh kita berbuat perkara yang dilarang termasuk mempersekutukan Allah atau kafir.


Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibubapanya ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan). Dan jika mereka berdua mendesakmu supaya engkau mempersekutukan denganKu sesuatu yang engkau - dengan fikiran sihatmu - tidak mengetahui sungguh adanya, maka janganlah engkau taat kepada mereka dan bergaullah dengan mereka di dunia dengan cara yang baik. Dan turutlah jalan orang-orang yang rujuk kembali kepadaKu (dengan tauhid dan amal-amal yang salih). Kemudian kepada Akulah tempat kembali kamu semuanya, maka Aku akan menerangkan kepada kamu segala yang kamu telah kerjakan.
(surah Luqman : 14-15)



Maka tidak salah untuk mereka terus bersama dengan keluarga mereka biar pun berlainan agama, masih boleh merayakan perayaan bersama-sama asalkan tidak bercampur perkara-perkara yang mempersekutukan Allah.

Wallahu a'lam


Kita sebagai muslim, perlu membantu saudara atau rakan kita yang baru mengenal Islam. Bagi yang baru hendak berjinak-jinak, kita bantu supaya hasrat mereka itu tidak terhenti. Sekurang-kurangnya kita bantu agar hidayah Allah itu akan terus memancar di hati mereka sehingga akhirnya mereka kembali semula kepada Islam sebagaimana mereka belum dilahirkan.

Sesungguhnya mereka itu bagaikan bayi yang baru dilahirkan, bagaikan kain putih yang bersih, tidak mempunyai sebarang dosa sebaik sahaja mereka mengucap syahadah. Andai kata mereka menghembuskan nafas yang terakhir sebaik sahaja bersyahadah, mereka akan terus ke syurga kerana mereka sebersih bayi yang baru lahir dan tiada dosa. Bahkan dikhabarkan lagi sekiranya mereka pernah membuat sebarang kebaikan, ianya tetap akan dikira pahala walaupun ianya dilakukan sewaktu mereka masih kafir, sedang dosa mereka dihapuskan semuanya.

Mereka lebih bersih berbanding kita yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga dan suasana Islam.

Kita semua memang asalnya Muslim. Muslim adalah orang Islam.

We are all originally Muslims.....